Sabtu, 10 Desember 2011

TEKNIK MEMBANGKITKAN ETOS KERJA DALAM PERSPEKTIF PEMBERDAYAAN

Oleh : Fajar Sudarwo
FAKTOR PENYEBAB MENURUNNYA ETOS KERJA

Kita sering mendengar berbagai keluhan orang atau bahkan diri kita sendiri sering mengeluh dalam hal pekerjaan. Orang yang belum bekerja keluhannya adalah sulitnya mendapat pekerjaan. Sedangkan orang yang sudah bekerja baik karyawan swasta, karyawan project sampai pegawai negri sipil justru mengeluhkan pekerjaanya. Keluhan orang yang sudah bekerja justru lebih banyak macamnya, mulai dari keluhan tentang jumlah honor yang diterima, system dan peraturan kerja, target kerja, membuat laporan kerja, mendapat supervisi, evaluasi atau audit sampai kepada rekan kerja yang menyebalkan. Berbagai keluahan itu terus tertanam, terakumulasi dan teraktualisasi di dalam dirinya sampai diungkapkan kepada rekan sekerjanya maupun kepada orang lain di luar lingkungannya baik secara sadar maupun tidak sadar. Semua keluhan yang tertanam dalam dirinya akan didukung oleh “rasionalitas” dan “legitimasinya” yang ditemukan oleh pikirannya dan fakta fakta di luar dirinya yang mendukungnya. Keluhan keluhan seseorang tentang pekerjaanya akan saling bersambut dengan keluhan keluan dari reka kerjanya. Keluhan tersebut bermula secara individual kemudian akan merebak menjadi keluan kolektip. Apabila keluhan itu sudah menjadi keluhan kolektip maka kosentrasi para pekerja akan bermuara pada munculnya berbagai masalah dan hambatan yang seolah olah bersumber dari faktor diluar dirinya. Mereka biasanya menuduh terhadap peraturan, system, kepemimpinan pada organisasi / lembaga tempat naungan pekerjaannya.
Keluhan yang didukung oleh rasionalitas dari pikirannya akan menumpulkan kemampuan dalam menjelaskan dan meyakinkan kepada dirinya mengapa pekerjaan dan kekaryaanya tersebut menjadi pilihannya. Akibatnya orang tersebut kehilangan atas penghormatan, kebanggaan dan pengharapan terhadap pekerjaan dan kekaryaan yang telah menjadi pilihannya. Berkurangnya penghormatan dan kebanggaan tersebut lambat laun akan mengurangi atau bahkan menghilangkan etos yang ada pada dirinya. Padahal etos adalah merupakan sumber energy untuk berkarya, bekerja, dan daya mendorong untuk berkreasi dan berinovasi. Orang yang kehilangan sumber energy-nya biasanya akan kehilangan achievement motivation-nya, sehingga orang tersebut sering mengalami; kelesuan, keloyoan, kemalasan, mudah capai, kurang tekun, mudah putus asa, suka menunda nunda pekerjaan, suka melimpahkan pekerjaanya pada orang lain. Akibatnya orang tersebut sulit menghasilkan karya atau ciptaannya yang optimal.
Orang yang kehilangan etos kerja pada dirinya bisa jadi adalah orang orang yang melupakan sulitnya bagaimana memperoleh pekerjaan. Mereka melupakan bagaimana susah payahnya ketika sedang memperoleh pekerjaan tersebut. Pada saat akan mendapatkan pekerjaan tersebut banyak orang rela untuk berdesak desakan antri mendaftarakan diri, berjuang untuk lolos dalam ujian seleksi bahkan banyak kasus orang melakukan tidakan yang tidak terpuji seperti “menyuap” dan lain sebagainya. Mereka lupa terhadap puluhan bahkan ribuan orang yang sedang memimpikan terhadap pekerjaan yang sedang dia sandang.
Orang yang kehilangan etos kerja pada dirinya banyak yang tidak meninggalkan pekerjaanya. Karena mereka khawatir tidak dapat mendapatkan pekerjaan lagi. Orang yang berada posisi ini adalah orang yang dalam kondisi tidak “merdeka” atau “tertindas”. Ciri orang yang tertindas dalam pekerjaanya adalah; memandang pekerjaan adalah beban, target hasil kerja dianggap momok yang membayang bayangi kehidupannya, aturan kerja dianggap pemenjaraan dirinya untuk berkreasi dan berinovasi, pembuatan laporan dianggap sebagai hukuman, supervisi dan audit dianggap pemeriksaan terhadap dirinya yang menakutkan.
Orang yang kehilangan etos kerjanya pada umumnya menggantikan sumber energy dirinya dalam bekerja dan berkaryanya adalah karena adanya ketakutan atau mengejar hadiah/ganjaran. Hal yang sangat menakutkan bagi mereka adalah dikeluarkan dari pekerjaanya, diturunkan jabatannya, dikurangi honornya. Hal yang sangat didambakan adalah adanya kenaikan pangkat, kenaikan honor dan tambahnya fasilitas yang menambah kenikmatan hidupnya. Dorongan kerja dan karya yang seperti itu akan mebawa kerugian secara ganda, yaitu; (1) merugikan diri sendiri karena selamanya akan menjadi orang “tertindas” dan tidak mampu berinovasi dan berkrase. (2) merugikan institusi / organisasi karena hasil kinerjanya tidak pernah optimal namun high cost untuk pembelanjaan pegawainya. (3) Merugikan para pengguna atau pemanfaat secara luas karena tidak mampu memberi produk yang prima dan berkualitas namun harga mahal.
Hilangnya etos kerja bagi orang orang yang bekerja pada sector pelayanan public akan sangat menciderai performance secara kelembagaan. Hubungan tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintahannya berhubungan secara signifikan dengan etos kerja yang dimiliki oleh pegawai pemerintahannya. Lemabaga swasta baik yang non profit seperti lembaga swadaya masyarakat maupuan yang profit seperti perusahaan menaruhkan mati dan hidupnya lembaga pada etos kerja para aktivisnya. Lebih lebih bagi para pekerja pendamping pemberdayaan masyarakat seperti orang orang yang bergabung dalam PNPM baik yang menanganai perkotaan maupun perdesaan, etos kerja para pendamping / fasilitator / konsultan / relawan adalah menjadi tumpuhan untama bagi keberhasilan program programnya. Oleh karena itu keberadaan etos kerja adalah merupakan kunci keberhasilan atau kegagalan bagi kehidupan manusia secara universal. Dengan demikian menjaga dan membangkitkan etos kerja menjadi prioritas bagi masnusia, masyarakat, lembaga bahkan Negara yang akan maju dan berkembang.

ETOS KERJA KERJA DALAM PERSPEKTIP PEMBERDAYAAN

Dalam perspektip pemberdayaan, etos kerja sesorang adalah merupakan tanggung jawab dirinya dalam memelihara dan membangkitkannya. Hanya dirinyalah yang mampu memelihara dan membangkitkan etos kerjanya. Faktor dari luar dirinya seperti peraturan kerja, sistem kerja, manajemen dan kepemimpinan adalah hanya sebagai faktor pendukung belaka. Keberdayaan diri seseorang bukan datang secara misterius, tiba tiba atau pembawaan dari lahir. Pemberdayaan merupakan proses alami dimana orang telah melewati berbagai kondisi yang secara langsung atau tidak langsung menempa dirinya untuk menjadi orang yang berdaya. Kesulitan bagi sesorang adalah merupakan tempaan diri untuk mendapatkan suatu kecerdasan. Orang yang sering mendapat kesulitan dan selalu berusaha untuk menyelesaikannya akan mendapat kecerdasan dan ketekunan pada dirinya. Sebaliknya orang yang tidak pernah berani mengatasi berbagai kesulitan, dia tidak akan pernah mendapatkan tambahan daya kecerdasan dalam dirinya. Orang yang sering mendapat tantangan dalam kehidupannya dan berusaha untuk menghadapinya akan mendapat ketaguhan dan ketegaran dalam dirinya. Sebaliknya orang yang tidak pernah bernai menghadapi tantangan akan menjadi orang yang lemah dan mudah putus asa. Orang yang sering mendapat beban bila terus berusaha untuk menanggungnya akan mendapatkan tambahan daya kekuatan dirinya. Sebaliknya orang yang tidak pernah menanggung beban tidak akan pernah mendapat tambahan daya kekuatan didalam dirinya.
Orang orang yang cerdas mengatasi kesulitan, tangguh dalam menghadapi tantangan dan kuat dalam menanggung beban adalah orang orang yang berdaya. Etos kerja dalam perspektip orang berdaya adalah selalu dilatih dan ditumbuh-kembangkan di dalam dirinya. Bagaimana cara orang berdaya menjaga dan menumbuh kembangkan etos kerjanya yaitu memandang kesulitan bagaikan charger untuk meningkatkan daya kecerdasannya. Memandang tantangan dan hambatan sebagai charger untuk meningkatkan daya untuk ketangguhan dirinya, dan memandang beban sebagai charger untuk meningkatkan daya ketahannnya. Memandang ancaman sebagai charger untuk meningkatkan daya kesiapan dirinya. Sebaliknya orang orang yang tidak pernah menghadapi ancaman akan menjadi orang tidak pernah siap dalam menghadapi berbagai resiko. Etos kerja bagaikan sebuat accu atau batre yang selalu membutuhkan charger, bila tidak pernah di cahrger, etos kerja akan redup dan kemudian mati dan menjadi sampah yang tidak pernah ada gunanya.

MERUBAH KELUHAN MENJADI MEDIA PENINGKATAN KAPASITAS DIRI

Keluhan yang dirasakan sebagian besar orang yang bekerja adalah akibat dari cara memandang kesulitan bagaikan factor penghabat dalam proses kehidupannya. Kesulitan merupakan penderitaan dan siksaan. Maka sebagaian orang mengeluh dengan adanya berbagai kesulitan dalam pekerjaanya. Keluahan adalah merupakan ekpresi sepontan namun tidak penting untuk diteruskan dan ditanamkan dalam dirinya. Keluhan spontan terhadap kesulitan dalam pekerjaannya bisa dimaknai sebagai media pembelajaran untuk mendapatkan lesson learned tentang berbagai teknik dan strategi problem solving.
Keluhan terhadap hambatan dan tantangan kerja adalah hal yang wajar dan tidak salah diungkapkan. Namun keluhan yang terus menerus diungkapkan dan ditanamkan didalam dirinya justru akan menemukan rasionalisasi terhadap keluhannya namun tidak pernah mendapatkan jalan keluar untuk menghadapi tantangan dan hambatan tersebut. Tantangan dan hambatan adalah merupakan media pemicu diri untuk menggali dan mengembangkan kemampuan diri dalam menghadapi tantangan dan hambatan.
Keluhan terhadap target capaian kerja yang diamanatkan pada diri seseorang karena orang memandang bahhwa target kerja tersebut adalah merupakan beban berat bagi dirinya. Namun target capaian kerja yang diamanatkan pada dirinya sesungguhnya bisa dimaknai sebagai pengakuan dan penghormatan terhadap kapasitas dirinya. Sebaiknya orang yang mendapat mandat untuk mencapai target hasil kerja perlu mengingat bahwa tidak semua orang mendapatkan mandat tersebut. Oleh karena itu sudah sepantasnya bila orang yang mendapat mandate tersebut memandang bahwa target hasil pekerjaannya adalah merupakan media membuktikan akan kapasitas dirinya yang sudah mendapat kepercayaan dan penghormatan dari pihak pemberi mandat.

TEKNIK MENINGKATKAN ETOS KERJA DENGAN MEMERDEKAAN DIRINYA

Dalam perspektip pemberdayaan, bahwa etos kerja bisa ditumbuhkan, dipertahankan dan dikembangkan oleh orang orang yang bekerja dalam suasana diri ”merdeka”. Karena orang merdeka menerima dan menjalankan pekerjaan adalah merupakan suatu anugrah hadirnya obsesi dan cita citanya. Orang merdeka memandang pekerjaan adalah merupakan media aktualisasi diri sebagai manusia yang diberi kesempatan untuk berkarya dan cipta selama hidupnya. Pekerjaan adalah merupakan bagian identitas diri yang paling berarti dalam hidupnya dibanding identitas lainnya yang melekat dalam dirinya. Pekerjaan yang selama ini disandangnya telah menjadi bentuk pengakuan dan penghormatan orang, institusi atau masyarakat kepada dirinya. Oleh karena itu jangan sekali kali menyia nyiakan pengakuan dan penghormatan tersebut. Namun perlu meningkatkan agar orang semakin mengakui, mempercayai dan memberi penghormatan terhadap identitas diri dengan cara menghormati dan terus menerus mencari berbagai rasionalitas yang mampu meyakinkan pada dirinya bahwa pekerjaan tersebut sangat bermanfaat bukan saja bagi diri pribadi, keluarga, dan orang atau institusi yang memberi mandat namun juga bermanfaat bagi kehidupan yang lebih luas. Orang merdeka dalam bekerja bisa menikmati proses berkarya cipta demi mengekspresikan prestasi dirinya. Orang yang merdeka dalam bekerja akan mengejar suatu prestasi sebagai kebanggaan dalam kehidupannya karena dapat menghasilkan karya dan cipta yang bisa bermanfaat mulai dari rinya, keluarganya, lembaganya dan kehidupan manusai yang lebih luas.
Sebaliknya orang yang tidak merdeka memandang pekerjaan yang disandangnya hanya sebagai alat untuk mencapai hasil atau kenikmatan semata. Pekerjaan merupakan suatu beban yang harus dikerjakan demi memperoleh hasil yang bisa dinikamati. Kenikmatan bukan berada pada proses mejalankan perkerjaan, bukan berada pada proses berkarya dan ciptanya namun kenikmatan bagi orang yang tidak merdeka berada pada hasilnya. Bahkan yang paling nista ada orang memandang proses bekerja dan proses berkarya cipta adalah merupakan ”penderitaan” dan ”siksaan”. Mereka lebih banyak mengejar hasil yang memberi kenikmatan dirinya. Maka apa bila ada kemungkinan mendapat hasil atau kenikmatan tanpa harus melalui proses bekerja, berkarya cipta, orang orang tersebut akan meninggalkannya. Sehingga banyak kasus terjadi di kehidupan ini orang tidak pernah bekerja dan berkarya namun bisa memperoleh hasil atau bisa hidup ”enak”. Orang orang seperti itu bisa terjerumus pada perilaku pemanjaan diri dengan jalan tanpa bekerja dan berkarya. Bila perilkau itu berkembang bisa terperangkap pada perilaku kriminal seperti korupsi, manipulasi dan lain sebagianya yang tidak saja merugikan dirinya namun juga merugikan banyak orang dan merusak sendi sendi kehidupan yang paling hakiki.
Kenikmatan bagi orang merdeka adalah berada pada proses bekerja dan berkarya ciptanya, kebanggan yang dimiliki adalah prestasi dan hasil karya yang bermanfaat pada kehidupannya dan kehidupan yang lebih luas. Maka orang orang merdeka selalu berusaha untuk mendapat atau menciptakan pekerjaan dan kesempatan berkarya cipta sebagai proses pembentukan identitas dan menemukan jati dirinya. Orang merdeka selalu berusaha mendapat dan menambah kepercayaan dari orang atau institusinya dengan bentuk mendapat target target hasil kerja yang menantang. Orang orang tersebut akan merasa sangat terhormat apabila bisa mendapatkan target kerja yang banyak orang tidak bisa mencapainya. Bahkan kalau tidak ada orang lain atau isntitusi yang memberi target kerja untuk dirinya, mereka akan membuat target kerja sendiri.
Orang merdeka memandang ”laporan kerja” sebagai media untuk menyampaikan berbagai prestasi kerjanya untuk mendapat pengakuan akan kapasitasnya. ”Laporan kerja” juga merupakan media bagi orang merdeka untuk menunjukan dan mengungkapkan berbagai kegagalannya secara utuh untuk menjaga dan menambah kredibiltas dirinya. Sebaliknya orang yang tidak merdeka memandang ”laporan kerja” sebagai bentuk penghambaan diri pada pemberi kerja. Laporan kerja dianggap sebagai beban berat sebagai hamba yang harus bisa menyenangkan hati atasan kerjanya atau pemberi kerjaanya. Maka tidak jarang mendengar orang berkeluh kesah ketika diminta membuat laporan kerja dan bahkan ada yang sampai setres dalam membuat laporan kerja.
Orang merdeka dalam bekerja memandang supervisi, inspeksi, audit dan evaluasi kerja sebagai media untuk membangan kredibilitas dirinya terhadap pekerjaan yang dimandatkan. Orang merdeka sangat membutuhkan suatu bukti yang diakui oleh banyak pihak terhadap prestasi presti atau keberhasilan yang telah diraihnya. Orang merdeka juga sangat membutuhkan untuk ditunjukan bukti bukti yang obyektip terhadap berbagai kegagalan dan ketidak berhasilannya dalam bekerja dalam rangka untuk memperbaiki kualitas kinerjanya. Orang merdeka sangat risau dan ragu apabila pekerjaannya tidak pernah mendapat supervisi, inspeksi, audit atau dievaluasi. Mereka sangat tidak menerima berbagai statement atau keputusan yang berhubungan dengan pekerjaanya yang tidak melaui proses tersebut. Sebaliknya orang yang tidak merdeka dalam bekerja memandang supervisi, inspeksi, audit dan evaluasi kerja sebagai bentuk interogasi, penyelidikan, penyidikan dan pengadilan dirinya sebagai hamba yang seolah olah akan menjadi ”nara pidana” yang siap untuk diberi ”hukuman”. Maka dari itu banyak orang yang sangat ketakutan daan bahkan sering menghindar kalau akan ada audit evaluasi atau inspeksi terhadap hasil pekerjaannya. Upaya untuk membangun kepercayaan bagi orang orang tidak merdeka lebih suka dengan melakukan pendekatan ”mengambil kebaikan hati” para atasan kejanya atau pemberi mandat kerja.

MENGHADIRKAN OPTIMISME KE DALAM HATI DAN PIKIRANNYA
Secara konvensional orang orang yang bisa memerdekakan dirinya adalah mempunyai kemampuan untuk menghadirkan optimisme dalam pikiran dan hatinya. Menurut berbagai sumber di internet seperti yang saya kutipkan ini bahwa bahwa optimisme dapat mendukung dan mengembangkan diri sebagai manusia merdeka karena orang merdeka harus mampu memecahkan berbagai masalah dan mengatasi tantangan secara mandiri. Sifat orang optimis menurut McGinnis adalah orang yang mampu untuk memecahkan masalah. Orang tersbut juga menyimpan segudang alternatif pemecahan masalah dimana ketika satu cara pendekatan penyelesaian masalah gagal maka ia akan beralih ke alternatif lainnya. Selain itu orang yang optimis adalah orang yang berbicara secara leluasa tentang perasaan negatifnya seperti halnya C.S. Lewis pada contoh di atas. Tekanan jiwa sering disebabkan oleh menelan suatu emosi negatif, yang paling umum adalah kemarahan dan kesedihan. Menjadi orang yang optimis bukan berarti menolak emosi yang dirasakan tetapi menerima perasaan negatifnya dan menyatakan perasaan negatifnya tersebut.
Beberapa saran yang diberikan oleh banyak akhli ilmu jiwa seperti yang saya ambil dari salh satu situs di internet, untuk dapat menjadi orang yang optimis, diantaranya : Berpikir positif; Menilai diri sendiri dengan positif, bukan mengatakan bahwa "Saya adalah orang yang tidak berguna." Atau "Saya adalah seorang pekerja yang gagal yang tidak mungkin berhasil.". PIkiran yang positif akan mengarahkan kita untuk memiliki sikap-sikap yang tidak mudah menyerah. Membantah keyakinan yang negatif dalam diri sendiri; Seringkali kita berbicara dengan diri sendiri (self talking) mengenai keyakinan yang negatif dalam diri sendiri. Kita tidak menyadarinya karena sudah sering dilakukan dan akhirnya menjadi kebiasaan. Untuk menghilangkan kebiasaan buruk ini, Dr. Seligman menyarankan agar menuliskan pemikiran atau keyakinan yang negatif apa saja yang muncul tentang diri sendiri. Kemudian beranikan diri untuk membantah pemikiran tersebut. Menikmati; Berusaha untuk menemukan hal-hal yang dapat dinikmati seburuk apa pun situasi yang dihadapi. Menikmati percakapan yang terjadi dengan sang interviewer walaupun akhirnya tidak lolos dalam seleksi kerja, menikmati dinginnya udara ketika hujan turun dengan sangat derasnya, dan sebagainya.
Uraian saya di atas memaparkan bahwa etos kerja bagi orang berdaya adalah harus tekun mengikuti proses pembelajaran untuk menempa diri dalam rangka meningkatkan etos kerjanya sebagai proses aktualisasi dan pengemabangan diri sebagai manusia yang bermanfaat bagi dirinya dan kehidupan lebih luas. Kuncinya berani berubah untuk meninggalkan perilaku yang memenjarakan dirinya. Jadilah orang merdeka sekarang juga. Karena hidup tidak akan bermakna apapun tanpa ada kemerdekaan dalam dirinya termasuk merdeka dalam bekerja....Selamat mencoba.

Rabu, 07 Desember 2011

Selamat Bergabung di Blog RBM Cilacap !!

Assalamualaikum...!!
Salam Pemberdayaan !!
Alhamdulillah, RBM Cilacap sudah bisa menerbitkan Blog ini sebagai sarana komunikasi, publikasi dan fungsi media lainnya. Biarpun masih sederhana bentuknya, tapi harapannya semoga tujuan pembuatan blog ini bisa terrealisir. Ibarat bayi baru lahir, blog ini belum sempat mikirin model baju, gaya hidup, dll. Yang penting lahir dulu boss!
Ok, biar blog ini tumbuh sehat dan cerdas, segala masukan positif dan membangun selalu kami tunggu. Kirimkan informasi penting 'njenengan' ke e-mail redaksi blog RBM Cilacap ini, yaitu : rbmcilacapmedia@gmail.com. Kalau tiba masanya, berita dari anda akan kami terbitkan. Jadi Head Line News, Boss!!
Sementara itu dulu, segala keterbatasan mohon dimaafkan.
Wassalamualaikum..